Senin, 28 Februari 2011

Emas dan Inflasi

Emas sering disebut dengan istilah “Barometer of fear”. Pada saat orang-orang cemas dengan situasi perekonomian, mereka cenderung untuk membeli emas untuk melindungi nilai kekayaan mereka. Dua macam situasi ekonomi yang sering membuat orang cemas adalah inflasi dan deflasi. Emas telah terbukti sebagai sarana penyimpanan kekayaan yang tahan baik terhadap inflasi maupun deflasi.
Banyak orang percaya emas adalah produk investasi yang bisa menangkal inflasi. Dan memang, sejarah membuktikan emas akan diborong orang apabila terjadi kepanikan yang bisa membahayakan ekonomi negara, seperti inflasi tinggi, krisis keuangan, atau perang.
Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum. Inflasi bisa menggerogoti uang Anda. Kalau asumsi inflasi 15 persen/tahun, maka harga barang & jasa yang sekarang bernilai Rp 5 juta, akan menjadi Rp 10,06 juta atau dua kali lipat pada tahun ke6, dan Rp 15,3 juta atau tiga kali lipat pada tahun ke9, dan seterusnya.
Menurut pemerintah, inflasi adalah kenaikan harga-harga secara bersamaan. Sedangkan menurut kenyataan, yang benar: Inflasi adalah laju pertumbuhan uang yang beredar di dalam ekonomi. Bank sentral/otoritas keuangan mencetak uang sehingga jumlahnya di dalam ekonomi meningkat, akibatnya nilai uang turun dan harga-harga naik. Jadi inflasi adalah perbuatan manusia yang disengaja berkaitan dengan jumlah uang yang beredar, bukan gejala ekonomi akibat permintaan dan penawaran barang/jasa.
Dengan mitos inflasi (bahwa inflasi = kenaikan harga-harga) berarti penguasa bisa menyalahkan para pelaku ekonomi terutama pedagang. Tuduhan bisa dilontarkan bahwa karena ulah pedagang menimbun barang menyebabkan harga naik seperti yang dilakukan beberapa waktu ini terhadap produsen minyak sawit dan penyalur beras. Kemudian dibarengi dengan operasi pasar membuat image penguasa naik. Menjelekkan pedagang dan mendongkrak citra diri sendiri. Hal ini mudah dicerna dan didukung rakyat.
Contoh riilnya, misalnya seorang tukang becak yang di tahun 1980 mangkal di dekat Senayan. Dia memberi jasa mengantar penumpang sejauh kurang lebih 4 km ke Blok M. Sebagai imbalannya dia diberi uang sebesar Rp 300. Artinya Rp 300 mewakili jasa mengantar sejauh 4 km dengan becak. Uang ini disimpannya di lemari sampai tahun 2010. Pada saat ini dia sudah tua, dia mau naik becak dengan jarak yang sama. Kalau Rp 300 itu mewakili jasa mengantar sejauh 4 km dengan becak maka kapan saja dia gunakan tanda/alat pembayaran yang syah tentu dia akan memperoleh jasa yang sama.
Nyatanya tidak demikian. Di tahun 2010 diperlukan Rp 10.000 sampai Rp 150.00 untuk jasa yang sama. Artinya nilai riil tabungan si tukang becak ini sudah termakan oleh inflasi (baca: pajak tabungan dan pajak ekonomi bawah tanah) walaupun secara sadar si tukang becak tidak pernah merasa membayar pajak.
Salah satu bukti nyata ketahanan emas terhadap inflasi dapat kita lihat dari contoh berikut: Pada jaman Rasulullah Muhammad SAW, sekitar 1400 tahun yang lalu, harga satu ekor kambing adalah seharga satu dinar. Satu dinar adalah sepotong emas dengan kadar 22 karat dan mempunyai berat sebesar 4.25 gram. Saat ini, seekor kambing dengan kualitas yang sama masih mempunyai harga yang ekivalen dengan satu dinar.
Dapat kita lihat bahwa nilai emas sama sekali tidak terpengaruh oleh perubahan situasi ekonomi selama lebih dari 14 abad. Bandingkan dengan harga kambing kalau dihitung dalam rupiah. Sepuluh tahun lalu, uang sebesar 300 ribu rupiah bisa membeli seekor kambing yang bagus. Tapi sekarang, kambing yang bagus harus dibeli dengan uang lebih dari satu juta rupiah.
Tulisan ini akan membahas tentang apa yang bisa Anda lakukan agar bisa menghadapi inflasi. Bila Anda bukan termasuk pengambil keputusan di pemerintahan, Anda mungkin tidak bisa ikut menurunkan tingkat inflasi. Yang bisa Anda lakukan sebagai individu, hanyalah bagaimana agar Anda bisa mengambil “keuntungan” dari terjadinya inflasi tersebut. Bagaimana caranya? Saya menyarankan agar Anda melakukan investasi pada instrumen yang akan naik pesat apabila terjadi inflasi tinggi. Apa itu? Emas. 
Fakta membuktikan, bila terjadi inflasi tinggi, harga emas akan naik lebih tinggi daripada inflasi. Semakin tinggi inflasi, semakin tinggi kenaikan harga emas. Statistik menunjukkan bahwa bila inflasi mencapai 10 persen, maka emas akan naik 13 persen. Bila inflasi 20 persen, maka emas akan naik 30 persen. Tetapi bila inflasi 100 persen, maka emas Anda akan naik 200 persen. Inilah kenapa Anda sebaiknya mempertimbangkan untuk berinvestasi dalam bentuk emas. Ini karena emas dipercaya sebagai investasi penangkal inflasi. Semakin tinggi inflasi, biasanya akan semakin baik kenaikan nilai emas yang Anda miliki. Tetapi, patut dicatat bahwa harga emas akan cenderung konstan bila laju inflasi rendah, bahkan cenderung sedikit menurun apabila laju inflasi di bawah dua digit. Jadi, emas hanya akan bagus bila terjadi inflasi moderat (dua digit), dan akan lebih bagus lagi bila terjadi inflasi hiper (tiga digit).

Sumber:
http://www.bi.go.id/biweb/TimeSeries/tsInflasi_ID.aspx?sdate=2002/12&edate=2010/12 
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=03&notab=1
http://www.ekonomiorangwarasdaninvestasi.blogspot.com
http://bisnis-real.com/free-download/pedoman_investasi_emas.pdf 

1 komentar: